sfidn - Kedelai, Baik atau Buruk?

Kedelai, Baik atau Buruk?

sfidn.com – Kedelai adalah salah satu sumber protein terbaik yang dapat dijadikan alternatif pengganti daging. Berbagai macam produk berbasis kedelai, baik tempe, tahu, edamame, maupun susu kedelai dipercaya sarat akan nutrisi dan mampu memberikan manfaat kesehatan yang signifikan. Namun, ada beberapa kontroversi seputar efek samping yang dapat ditimbulkan dari konsumsi kedelai, terutama yang telah dimodifikasi secara genetik. Untuk mengetahui kejelasannya, mari bahas secara lengkap potensi kesehatan dan efek samping yang sekaligus menggolongkan  kedelai sebagai makanan yang baik atau buruk.

1. Potensi Kesehatan dari Konsumsi Kedelai

Kedelai merupakan sumber protein yang sangat baik, dimana mereka mengandung semua asam amino esensial. Kedelai juga mengandung cukup karbohidrat dan lemak yang dapat membantu memenuhi kebutuhan harian. Begitu pun dengan kandungan serat larut air dan serat tidak larut air di dalamnya yang masing-masing bermanfaat bagi kesehatan pencernaan. Nutrisi lain yang juga terkenal dari kedelai ialah isoflavon, fitonutrien unik yang menyerupai hormon estrogen wanita. Melihat dari kandungan nutrisinya, asupan kedelai ditemukan memiliki beberapa potensi kesehatan, yakni kadar kolesterol yang lebih sehat, membantu menurunkan berat badan, dan mengurangi resiko kanker payudara.

1.1 Kadar Kolesterol yang Lebih Sehat

Saat ini, U.S Food and Drug Administration (FDA) memasukkan protein kedelai dalam daftar makanannya yang dapat menurunkan kolesterol. Dalam ulasan 35 studi yang diterbitkan dalam British Journal of Nutrition, peneliti menemukan bahwa konsumsi kedelai menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL). Begitu pun ulasan lain yang menunjukkan bahwa mengganti protein hewani dengan protein kedelai menghasilkan penurunan kadar kolesterol total.

1.2 Membantu Penurunan Berat Badan

Seperti diketahui, diet tinggi protein dapat menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan. Termasuk protein kedelai yang tercatat mampu menurunkan berat badan seefektif protein hewani. Sebuah penelitian dilakukan dengan membandingkan 20 pria obesitas yang diminta melakukan diet tinggi protein kedelai dan diet tinggi protein hewani. Hasilnya, kontrol nafsu makan dan penurunan berat badan kedua kelompok menunjukkan hasil serupa. Meski begitu, sebuah tinjauan terhadap 40 studi yang mengevaluasi efek protein kedelai terhadap berat badan, lingkar pinggang, dan massa lemak tidak menunjukkan efek positif yang signifikan.

1.3 Pengurangan Resiko Kanker Payudara

Dahulu, ada kekhawatiran terkait konsumsi kedelai dengan wanita beresiko tinggi terkena kanker payudara dan wanita yang telah menderitanya. Kini, kekhawatiran tersebut perlahan sirna sebab penelitian menunjukkan hasil yang positif. Beberapa studi observasional dan terkontrol mengaitkan asupan kedelai dengan pengurangan resiko kanker payudara. Begitu pun dengan asupan kedelai yang mengandung 10-20 mg isoflavon per hari, yang jumlahnya mirip dengan yang dikonsumsi wanita asia. Dimana wanita asia sendiri cenderung mengalami lebih sedikit kasus kanker payudara.

2. Potensi Efek Samping dari Konsumsi Kedelai

Di samping manfaat kesehatan yang bisa didapatkan, konsumsi kedelai ternyata melahirkan banyak kekhawatiran. Terlebih ketika penelitian menunjukkan hasil yang negatif dari pengonsumsian kedelai. Penekanan fungsi tiroid, alergi, dan kemungkinan kandungan transgenik adalah tiga hal yang diyakini termasuk efek samping pengonsumsian kedelai.

2.1 Penekanan Fungsi Tiroid

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Pedriatics, asupan tinggi protein kedelai dapat menekan fungsi tiroid beberapa orang dan berkontribusi dalam hipotiroidisme (kondisi yang ditandai dengan rendahnya produksi hormon tiroid). Begitu pun sebuah studi lampau yang dilakukan terhadap 37 orang dewasa Jepang yang diminta mengonsumsi 30 gram kedelai setiap hari selama 3 bulan, dimana hasilnya mereka menunjukkan gejala yang berkaitan dengan penekanan fungsi tiroid. Gejala-gejala tersebut berupa ketidaknyamanan, kantuk, sembelit, dan pembesaran tiroid, yang semuanya hilang setelah penelitian berakhir.

2.2 Alergi

Alergi makanan adalah kondisi umum yang muncul karena reaksi sistem kekebalan terhadap komponen tertentu dalam makanan. Alergi kedelai sendiri dipicu oleh protein kedelai, yakni glycinin dan conglycinin, yang ditemukan di sebagian besar produk berbasis kedelai. Meski kedelai termasuk salah satu makanan paling umum yang bisa menimbulkan alergi, penelitian menunjukkan bahwa alergi kedelai relatif jarang terjadi pada anak-anak dan orang dewasa.

2.3 Kemungkinan Kandungan Transgenik

Menurut USDA, lebih dari 90% kedelai yang diproduksi di Amerika Serikat dimodifikasi secara genetik. Dimana diketahui, Indonesia masih melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat hingga tahun 2018. Sebenarnya, ada banyak perdebatan terkait keamanan organisme hasil rekayasa genetika (GMO), dimana diperlukan lebih banyak penelitian ilmiah jangka panjang untuk menentukan jumlah yang aman dan pengaruhnya terhadap manusia. Sebagian besar produk kedelai GMO juga tahan terhadap pestisida glifosat, dimana penelitian menemukan bahwa produk kedelai tertentu mengandung residu glifosat dan profil gizi yang cenderung buruk dibandingkan kedelai organik.  

--- Related Article ---

Kesimpulan

Secara umum, kedelai adalah makanan yang aman dan kemungkinan mampu memberikan sejumlah manfaat kesehatan. Terlebih bagi vegetarian dan vegan yang membutuhkan asupan protein nabati. Melihat dari potensi efek samping yang dapat ditimbulkan, konsumsilah kedelai dalam jumlah yang wajar dan yang diproduksi secara organik, bukanlah yang dimodifikasi secara genetik.

 

Referensi

  • https://www.medicalnewstoday.com/articles/320472.php

  • https://www.healthline.com/nutrition/soy-good-or-bad

  • https://www.healthline.com/nutrition/foods/soybeans

  • https://www.healthline.com/nutrition/soy-protein-good-or-bad

  • https://www.fda.gov/food/food-new-plant-varieties/consumer-info-about-food-genetically-engineered-plantsv

  • Tokede, O. A., Onabanjo, T. A., et al. (2015). Soya products and serum lipids: a meta-analysis of randomised controlled trials. Br J Nutr, 114(6), 831-43. doi: 10.1017/S0007114515002603

  • Montgomery, K. S. (2003). Soy protein. J Perinat Educ, 12(3), 42-5

  • Neacsu, M., Fyfe, C., et al. (2014). Appetite control and biomarkers of satiety with vegetarian (soy) and meat-based high-protein diets for weight loss in obese men: a randomized crossover trial. Am J Clin Nutr, 100(2), 548-58. doi: 10.3945/ajcn.113.077503

  • Halton, T. L., Hu, F. B. (2004). The effects of high protein diets on thermogenesis, satiety and weight loss: a critical review. J Am Coll Nutr, 23(5), 373-85

  • Akhlaghi, M., Zare, M., Nouripour, F. (2017). Effect of Soy and Soy Isoflavones on Obesity-Related Anthropometric Measures: A Systematic Review and Meta-analysis of Randomized Controlled Clinical Trials. Adv Nutr, 8(5), 705-717. doi: 10.3945/an.117.015370

  • Beavers, K. M., Gordon, M. M., et al. (2015). Effect of protein source during weight loss on body composition, cardiometabolic risk and physical performance in abdominally obese, older adults: a pilot feeding study. J Nutr Health Aging, 19(1), 87-95. doi: 10.1007/s12603-015-0438-7

  • Wu, A. H., Wan, P., et al. (2002). Adolescent and adult soy intake and risk of breast cancer in Asian-Americans. Carcinogenesis, 23(9), 1491-6

  • Ingram, D., Sanders, K., et al. (1997). Case-control study of phyto-oestrogens and breast cancer. Lancet, 350(9083), 990-4

  • Nishio, K., Niwa, Y., et al. (2007). Consumption of soy foods and the risk of breast cancer: findings from the Japan Collaborative Cohort (JACC) Study. Cancer Causes Control, 18(8), 801-8

  • McMichael-Phillips, D. F., Harding, C., et al. (1998). Effects of soy-protein supplementation on epithelial proliferation in the histologically normal human breast. Am J Clin Nutr, 68(6 Suppl), 1431S-1435S. doi: 10.1093/ajcn/68.6.1431S

  • Fruzza, A. G., Demeterco-Berggren, C., Jones, K. L. (2012). Unawareness of the effects of soy intake on the management of congenital hypothyroidism. Pediatrics, 130(3), e699-702. doi: 10.1542/peds.2011-3350

  • Ishizuki, Y., Hirooka, Y., et al. (1991). The effects on the thyroid gland of soybeans administered experimentally in healthy subjects. Nihon Naibunpi Gakkai Zasshi, 67(5), 622-9

  • Ogawa, A., Samoto, M., Takahashi, K. (2000). Soybean allergens and hypoallergenic soybean products. J Nutr Sci Vitaminol (Tokyo), 46(6), 271-9

  • Cordle, C. T. (2004). Soy protein allergy: incidence and relative severity. J Nutr, 134(5), 1213S-1219S

  • Cantani, A., Lucenti, P. (1997). Natural history of soy allergy and/or intolerance in children, and clinical use of soy-protein formulas. Pediatr Allergy Immunol, 8(2), 59-74

  • de Vendômois, J. S., Cellier, D., et al. (2010). Debate on GMOs health risks after statistical findings in regulatory tests. Int J Biol Sci, 6(6), 590-8

  • Bøhn, T., Cuhra, M., et al. (2014). Compositional differences in soybeans on the market: glyphosate accumulates in Roundup Ready GM soybeans. Food Chem, 153, 207-15. doi: 10.1016/j.foodchem.2013.12.054


 
Tags:
#kedelai  #protein kedelai 
0 Comment
Leave Your Comment

Latest Article