sfidn - Lemak Baik VS Lemak Jahat, Ini Informasi yang Perlu Anda Ketahui

Lemak Baik VS Lemak Jahat, Ini Informasi yang Perlu Anda Ketahui

sfidn.com - Berbagai penelitian tentang lemak memang sangatlah membingungkan, kita bisa menemukan banyak sekali rekomendasi tentang lemak yang saling bertentangan. Kebingungan ini pada umumnya muncul saat orang men-generalisasi tentang lemak pada tiap makanannya. Berbagai buku diet, blog, dan artikel di internet membahas tentang lemak yang seolah-olah semuanya memiliki efek yang sama pada tubuh. Padahal kenyataannya, masing-masing lemak memiliki peran yang berbeda untuk tubuh dan kesehatan Anda, seperti lemak jenuh, lemak tak tenuh dan lemak tak jenuh ganda, yang secara spesifik memilki peranan yang berbeda.

 

Untuk itu, pada kesempatan kali ini kami akan membahas perbedaan lemak dan efek kesehatannya pada tubuh, terutama lemak baik dan lemak jahat. Pada akhirnya, diharapakan Anda bisa memahami bahwa setiap jenis lemak memiliki efek tersendiri untuk tubuh sehingga bisa menyeleksi setiap asupan lemak untuk tubuh Anda.

 

Kenapa Semua Lemak Dianggap Jahat?

Beberapa dekade lalu, banyak yang beranggapan bahwa mengonsumsi makanan berlemak adalah cara paling efisien dalam mendapatkan banyak energi. Karena lemak memiliki lebih banyak kandungan kalori daripada nutrisinya. Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan mulai memahami bahwa ada beberapa lemak tertentu yang lebih sehat daripada lemak yang lain. Pada tahun 1930, seorang ilmuan Rusia bernama Anitchkov Nikolai menemukkan bahwa memberi makan hewan dengan makanan yang tinggi kolesterol bisa menyebabkan aterosklerosis pada hewan tersebut. Aterosklerosis adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan plak pada arteri, sehingga mempersimpit dan meningkatkan resiko penyakit jantung. Oleh karena itulah, Nikolai menyatakkan bahwa Aterosklerosis adalah penyebab utama penyakit jantung dan stroke.

 

Pada tahun 1940-an hingga 1950-an, terjadi penurunan penyakit jantung. Banyak yang mengaitkan kejadian ini dengan asupan makanan yang dikonsumsi masyarakat pada masa Perang Dunia ke II kala itu. Namun, fenomena tersebut malah makin memperkuat keyakinan masyarakat bahwa lemak dan kolesterol yang tinggi pada makanan tertentu mampu menyebabkan penyakit jantung. The Seven Countries Study, sebuah studi internasional besar yang dipimpin oleh ahli fisiologi Amerika bernama Ancel Keys dan para ilmuwan internasional lainnya mengungkapkan terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan penyakit jantung, seperti merokok, tekanan darah tinggi, peningkatan berat badan, diet yoyo dan kolesterol darah. Hipotesis The Seven Countries Study menyatakkan bahwa bahwa lemak jenuh mampu meningkatkan kolesterol darah, menyebabkan aterosklerosis, dan penyakit jantung.

 

Namun, dalam penelitian itu Ancel Keys tidak mengungkapkan bahwa semua lemak berbahaya. Dia meragukan akan berbahayanya kolesterol pada makanan dan lebih meyakini bahwa lemak tak jenuh mampu mengurangi resiko penyakit jantung. Namun sayangnya, pendapat ilmiahnya tersebut telah di artikan lain oleh para pembuat kebijakan, ahli gizi, dan para jurnalis. Mereka seolah menyimpulkan bahwa semua lemak itu buruk dan semua orang harus membatasi asupan lemaknya, entah itu membantu ataupun tidak untuk kesehatan. Oleh karena itu, kami ingin merubah mitos literatur tersebut dengan cara meriset penelitian lama dan penelitian terbaru.

 

Diet Kolesterol Memiliki Efek Kecil pada Kesehatan Jantung

Kolesterol diproduksi di Hati pada setiap manusia dan hewan. Dalam hal ini, Anda hanya bisa mendapatkan kolesterol dari makanan hewani. Berbagai sumber utamanya meliputi kuning telur, hati hewan, minyak ikan atau ikan, lemak atau minyak hewani seperti mentega, kerang, daging, keju, dan makanan panggang yang dibuat dengan lemak hewani. Hati akan menyesuaikan jumlah kolesterol yang diproduksi tergantung pada berapa banyak asupan makanan. Saat Anda mengonsumsi kolesterol dalam jumlah besar, maka hati justru memproduksi lebih sedikit kolestrol.

 

Kolesterol yang Anda konsumsi memiliki efek yang kecil pada kadar kolesterol dalam darah Anda. Bahkan 50 tahun yang lalu, Ancel Keys mengakui bahwa efek ini tergolong ringan bagi kebanyakan orang. Menurut sebuah studi besar yang diterbitkan dalam The American Journal of Clinical Nutrition dengan menggabungkan lebih dari 350 ribu subjek orang dewasa menyatakkan bahwa kolesterol tidak ada kaitannya dengan serangan jantung maupun stroke. Namun, penelitian lainnya yang berjudul Rethinking dietary cholesterol menjelaskan bahwa terdapat 25% subjek yang sensitif terhadap kolesterol. Untuk subjek tersebut, bisa di dapat kesimpulan bahwa kolesterol tinggi pada makanan mampu meningkatkan kadar LDL dan HDL pada tubuhnya.

 

Menganggap Semua Lemak Adalah Lemak Jenuh adalah Hal yang Keliru

Lemak jenuh berbeda dari lemak tak jenuh karena ia tidak memiliki ikatan rangkap kimia. Hal tersebut membuatnya lebih stabil dan padat pada suhu tertentu. Lemak jenuh merupakan lemak yang menuai banyak kontroversi, dan ternyata tidak semua ahli gizi sepakat tentang bahaya lemak tersebut bagi kesehatatan dan mereka memiliki berbagai alasan penelitian tersendiri yang membingungkan.

 

1. Tidak Semua Lemak Jenuh adalah Sama

Sementara ada sebagaian orang yang menyarankan untuk diet dengan menyatukan lemak jenuh, ternyata faktanya ada beberapa lemak jenuh yang bermanfaat untuk kesehatan. Jadi, menganggap semua lemak jenuh sebagai sesuatu lemak baik maupun lemak jahat adalah sesuatu yang berlebihan. Hal yang membedakannya adalah panjang unsur kimia atau jumlah atom karbon pada kandungannya. Beberapa lemak jenuh ada yang unsur kimianya pendek (kurang dari 6 karbon), beberapa ada yang sedang (6-10 karbon), ada yang panjang (12-22 karbon), bahkan ada yang sangat panjang (22 karbon atau lebih).

 

Sel-sel tubuh kita memproses lemak tersebut dengan sangat berbeda tergantung dari panjang rantai lemak kimia tersebut, itu artinya lemak dengan panjang yang berbeda akan menimbulkan efek yang berbeda pula bagi kesehatan. Sebuah penelitian pada tahun 2014 lalu dengan judul Differences in the prospective association between individual plasma phospholipid saturated fatty acids and incident type 2 diabetes: the EPIC-InterAct case-cohort study meneliti 16.000 orang dewasa Eropa dengan hasil bahwa mengonsumsi asam lemak berantai panjang atau very long-chain fatty acids (VLCFAs) dikaitkan dengan penurunan resiko penyakit diabetes tipe 2. Pada penelitian ini, ditemukan juga bahwa asam arakidat lemak rantai panjang, yang bisa ditemukan dalam minyak nabati, memiliki sifat melindungi.

 

Selain itu, lemak jenuh dengan jumlah karbon yang genap atau ganjil pada rantainya juga sangat penting untuk tubuh. Masih dalam penelitian yang sama, para ilmuan menemukan bahwa asam lemak jenuh dengan jumlah karbon yang sama dikaitkan dengan diabetes tipe 2, sementara lemak dengan panjang rantai yang ganjil dikaitkan dengan risiko penyakit diabetes yang lebih rendah. Lemak jenuh genap atau stearate, bisa ditemukan pada daging, keju dan beberapa makanan yang dipanggang.

 

Lemak tersebut juga masuk kategori palmitat, yang paling banyak ditemukan pada minyak kelapa sawit, dan beberapa ditemukan pada susu, daging, mentega kakao, dan minyak sayur yang terhidrogenasi secara alami. Sedangkan lemak jenuh panjang masuk dalam kategori heptadecanoate dan pentadecanoate, sebagian besar berasal dari daging sapi dan susu. Oleh karena efek kesehatan dari lemak jenuh dan cara lemak ini dimetabolisme oleh tubuh dengan cara yang berbeda, maka tidak tepat jika menganggap lemak ini sebagai lemak baik ataupun lemak buruk.

 

2. Tubuh Kita Mengonsumsi Makanan, Bukan Nutrisi secara Individual

Sebagian besar studi biasanya akan melihat dan menilai suatu efek nutrisi secara individu, yang artinya mereka menilai nutrisi tersebut hanya satu arah saja. Padahal jika kita ambil contoh beberapa jenis lemak tertentu, lemak ini ada kemungkinan memiliki efek yang berbeda tergantung sumbernya. Sebagai contoh, penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Nutritional Biochemistry palmitat yang berada pada lemak babi menyebabkan aterosklerosis pada hewan, namun palmitat yang di ambil dari sumber lainya ternyata tidak.

 

Walaupun proses tersebut sangat berbeda, yang perlu di perhatikan adalah bahwa menyeleksi beberapa makanan tertentu lebih penting daripada memikirkan jenis kandungan lemak didalamnya. Sebuah studi yang dilakukan di Imperial College London, St Mary's Campus melaporkan bahwa kandungan minyak jenuh pada alpukat ternyata sama dengan tiga iris daging, yang artinya lebih baik dibandingkan lemak pada daging babi asap. Penelitian lainnya yang dilakukan di David Grant Medical Center, UK pada tahun 2016 lalu dengan melibatkan 229 orang dewasa, melaporkan bahwa mengonsumsi sekitar setengah hingga 1,5 alpukat setiap hari mampu mengurangi kadar kolesterol jahat pada para subjek.

 

Hal tersebut kemungkinan di dukung dengan adanya perbedaan jenis lemak jenuh pada alpukat yang lebih terstruktur. Namun, alpukat pada dasarnya memang memiliki senyawa lain yang mampu memberikan manfaat kesehatan pada tubuh. Jadi, pada saat Anda memutuskan untuk memasukan lemak pada program diet Anda, fokuslah pada pemilihan makanan sehat yang terkandung pada  sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan ikan daripada berfokus pada kandugnan lemaknya secara individu saja.

 

3. Beberapa Faktor Lain yang Mengubah Efek Lemak Jenuh

Ketika para peneliti memperhatikan efek dari lemak jenuh pada kesehatan, maka mereka pada umumnya akan beranggapan bahwa lemak jenuh tersebut berasal dari daging, keju, dan produk susu lainnya. Faktanya, berdasarkan laman resmi Harvard University, dijelaskan bahwa 15% lemak jenuh dalam makanan Amerika berasal dari makanan penutup yang banyak mengandung karbohidrat seperti berbagai kue, dan permen. Sedangkan 15% lainnya berasal dari makanan junk food seperti burger, kentang goreng, pizza dan keripik, dan 6% lainnya dari makanan penutup berbasis susu.

 

Saat junk food dan berbagai makanan penutup ini diteliti berdasarkan kandungan lemaknya, maka akan sulit untuk mengetahui efek kesehatannya, karena kita bisa menemukan banyak makanan lain yang memiliki kandungan lemak jenuh. Contohnya saja keju yang mampu menyumbang lebih banyak lemak jenuh dalam program Western Diet daripada makanan tunggal lainnya. Satu studi yang dilakukan pada tahun 2017 dengan judul Cheese Consumption and Risk of All-Cause Mortality: A Meta-Analysis of Prospective Studies meneliti efek keju pada 177.000 orang dengan rentan usia 5-15 tahun, hasilnya para penelitipun tidak menemukan adanya hubungan antara keju dengan kematian dini. Studi lainnya yang di terbitkan dalam British Journal of Nutrition melaporkan bahwa mengonsumsi susu, keju, dan yogurt tidak meningkatkan penyakit jantung, dan bahkan sedikit mengurangi risiko stroke.

 

Mengenai daging, penelitian sebelumnya yang dilakukan di Imperial College London, St Mary's Campus meneliti lebih dari 1,6 juta orang dewasa dan menemukan bahwa mereka yang makan daging olahan dalam jumlah paling banyak memiliki risiko penyakit jantung dan kematian sekitar 20% lebih tinggi daripada mereka yang makan dalam jumlah paling rendah. Studi ini juga menemukan bahwa mereka yang makan daging merah dalam jumlah yang paling banyak memiliki risiko 16% lebih tinggi meninggal akibat penyakit jantung daripada mereka yang makan daging dengan jumlah terendah.

 

Namun, perlu dicatat pula bahwa sebagian orang terkadang keliru dengan mengaitkan efek pola makan tidak sehat dengan lemak jenuh. Hal ini terjadi lantaran diet tinggi lemak jenuh cenderung tinggi kalori dan dapat menyebabkan kenaikan berat badan, sehingga sebagian orang tersebut beranggapan bahwa lemak jenuh memilki efek yang buruk, padahal hal tersebut bisa jadi disebabkan karena kelebihan kalori dan peningkatan berat badan. Sebagai contoh, penelitian  yang diterbitkan dalam The American Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2010 lalu menunjukkan bahwa penyakit jantung sebenarnya lebih terkait erat dengan kalori ekstra dan penambahan berat badan daripada lemak jenuh. Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat banyak makanan yang mengandung lemak jenuh yang masih aman untuk dikonsumsi dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan dalam diet yang tidak menyebabkan penambahan berat badan.

 

Lemak Trans (Jahat) Menyebabkan Penyakit Jantung

Lemak trans dibuat dengan cara "menghidrogenasi" pada suatu proses yang melibatkan gas hidrogen. Hal tersebut mengubah lemak tak jenuh cair menjadi padat dan hampir jenuh hingga menjadi lemak trans. Sumber lemak trans yang paling mudah ditemukan adalah kue, krim, makanan gorengan, kue kering dan biskuit yang dibuat dengan shortening atau margarin. Sedangkan minyak yang terhidrogenasi secara alami menjadi tidak dapat dibedakan dengan lemak jenuh, dan diperlakukan sebagai lemak jenuh oleh tubuh.

 

Dua orang peneliti bernama Ganguly & Pierce pada tahun 2012 menulis pada artikelnya yang berjudul Trans fat involvement in cardiovascular disease yang menyatakan bahwa lemak trans, atau lemak yang di produksi dari minyak nabati, merupakan sesuatu yang asing bagi tubuh dan berkontribusi terhadap aterosklerosis dan menyebabkan penyakit jantung. Sebuah studi yang dilakukan di United Medical School, London selama 39 bulan tentang aterosklerosis di arteri jantung pada 50 pria menunjukkan penyakit ini memburuk lebih cepat pada pria yang mengonsumsi lebih banyak lemak trans. Sebuah studi lainnya yang diterbitkan di The Journal of Nutrition meneliti 209 orang yang baru-baru ini mengalami serangan jantung dan menemukan bahwa mereka memiliki tingkat lemak trans yang lebih tinggi dalam sel lemak mereka dibandingkan dengan 179 orang dewasa yang tidak mengalami serangan jantung.

 

Di AS, saat ini para perusahaan makanan wajib mencantumkan jumlah lemak trans per porsi pada label kemasan makanannya. Namun sialnya, para perusahaan tersebut diizinkan untuk menulisnya menjadi nol jika jumlah per sajiannya kurang dari 0,5 gram. Hal ini tentunya sangat merepotkan mengingat ukuran penyajiannya yang kemungkinan tidak diatur sesuai standar, dan perusahaan berpotensi mampu memanipulasi ukuran penyajiannya menjadi kurang dari yang biasanya Anda makan. Untuk menghindari jebakan ini, maka Anda bisa memperhatikan bahan-bahan pembuatannya. Jika ternyata daftar bahan-bahan tersebut masuk dalam kategori "terhidrogenasi parsial," maka makanan tersebut mengandung lemak trans dan harus dikurangi konsumsinya.

 

Lemak Tak Jenuh (Baik) untuk Kesehatan Jantung

Berbeda dengan lemak jenuh, lemak tak jenuh memiliki ikatan kimia ganda yang mengubah cara tubuh Anda menyimpan dan menggunakannya sebagai energi. Seperti halnya lemak jenuh, ada banyak lemak tak jenuh yang juga berbeda. Panjang, jumlah, serta posisi ikatan rangkapnya memengaruhi efek berbeda terhadap tubuh. Lemak tak jenuh tunggal memiliki satu ikatan rangkap, sedangkan lemak tak jenuh ganda memiliki dua hingga enam ikatan rangkap. Hal tersebutlah yang membuat lemak tak jenuh baik untuk kesehatan jantung.

 

1. Lemak Tak Jenuh Tunggal itu Baik

Lemak tak jenuh tunggal banyak terdapat dalam minyak zaitun, minyak canola dan alpukat. Mereka juga dapat ditemukan dalam kacang-kacangan termasuk kacang almond, kenari, pecan, hazelnut dan kacang mede. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 dengan judul Effects on Coronary Heart Disease of Increasing Polyunsaturated Fat in Place of Saturated Fat: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials diikuti 840.000 orang  dalam rentang umur 4-30 tahun dan menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi lemak tak jenuh tunggal paling banyak memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung 12% lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang makan paling sedikit. Sumber lemak tak jenuh tunggal yang paling terasa kuat adalah dari asam oleat dan minyak zaitun, dibandingkan dengan sumber lemak tak jenuh tunggal lainnya.

 

2. Lemak Tak Jenuh Ganda Bahkan Lebih Baik

Lemak tak jenuh ganda berpotensi bahkan lebih baik daripada tak jenuh tunggal. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Medicine melaporkan bahwa mengganti makanan yang tinggi lemak jenuh dengan sumber lemak tak jenuh ganda mampu mengurangi risiko penyakit jantung sebesar 19%. Lemak tak jenuh ganda bisa ditemukan dalam minyak nabati dan biji-bijian.

 

3. Asam Lemak Omega-3 Memiliki Banyak Manfaat Kesehatan

Asam lemak omega-3 hampir sejenis dengan lemak tak jenuh ganda dan bisa ditemukan dalam makanan laut seperti salmon, herring, tuna sirip biru dan tuna albacore. Satu studi yang dilakukan tahun 2016 lalu dan diterbitkan pada jurmal JAMA melibatkan 45.000 orang dewasa yang diminta untuk mengonsumsi sejumlah asam lemak omega-3, hasilnya para peneliti melaporkan bahwa asupan omega-3 yang tinggi dikaitkan dengan risiko penyakit jantung 10% lebih rendah.

 

Sayangnya, tidak semua hasil penelitian membuahkan hal yang sama, seperti penelitian yang berjudul The limited effect of omega-3 polyunsaturated fatty acids on cardiovascular risk in patients with impaired glucose metabolism: A meta-analysis yang melaporkan ada beberapa orang yang tidak bisa mengonsumsi ikan karena khawatir makanan tersebut bisa menjadi sumber merkuri pada tubuhnya, dan hal tersebut bisa menjadi beracun bila dikonsumsi dalam jumlah yang besar. Dilansir dari laman resmi U.S. Food and Drug Administration (FDA), mengonsumsi dua hingga tiga porsi ikan setiap minggu adalah batas maksimal yang aman, meskipun hal tersebut tergantung dari jenis ikan yang dikonsumsi. Untuk itu, mereka menyarankan untuk tidak mengonsumsi ikan yang memiliki kadar merkuri tinggi terlalu sering, seperti ikan king mackerel, marlin, swordfish dan bigeye tuna. Sebagai gantinya,  albacore dan ikan tuna sirip kuning bisa dijadikan pilihan karena ikan ini memiliki jumlah merkuri yang lebih kecil dan dianggap aman untuk dikonsumsi hingga seminggu sekali, sedangkan salmon, trout, dan ikan putih aman untuk dikonsumsi sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.

 

--- Related Article ---

 

Kesimpulan

Semakin banyak pengetahun Anda tentang lemak, maka akan semakin tepat juga pilihan makanan sehat Anda. Kuncinya adalah memahami bahwa setiap jenis lemak tertentu memiliki efek berbeda pada tubuh, dan efek ini bisa baik ataupun jahat. Sebagai contoh, banyak penelitian yang menyatukan semua jenis lemak jenuh, sementara dalam kenyataannya ada banyak jenis lemak jenuh, masing-masing memiliki fungsi berbeda untuk tubuh. Bahkan jenis lemak jenuh yang sama dapat memiliki efek yang berbeda tergantung pada bagaimana ia terhubung dengan lemak lain dan kandungan lainnya yang ada dalam makanan. Misalnya, lemak jenuh dalam susu, unggas, dan minyak nabati tertentu bersifat netral atau bahkan menyehatkan jantung.

Disisi lain, lemak tak jenuh secara konsisten mampu memberikan manfaat menyehatkan untuk jantung, sementara lemak trans yang diproduksi secara non-organik mampu menimbulkan efek negatif untuk tubuh. Sebaliknya, sejumlah kecil lemak trans yang terjadi secara organik dalam susu malah tidak berbahaya, seperti kolesterol dalam telur dan produk hewani lainnya.

Secara keseluruhan, pilihlah lemak yang baik, termasuk lemak tak jenuh dan lemak jenuh dari berbagai sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, dan daging yang tanpa melalui proses berkepanjangan. Hindari lemak jahat seperti minyak terhidrogenasi parsial dan lemak jenuh dalam daging olahan. Dengan begitu, Anda bisa meminimalisir resiko penyakit Jantung dan meningkatkan kesehatan Anda.

Referensi:

  1. http://www.epi.umn.edu/cvdepi/bio-sketch/anitchkov-nikolai/
  2. https://www.sevencountriesstudy.com/study-findings/
  3. https://www.fda.gov
  4. https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/what-should-you-eat/fats-and-cholesterol/types-of-fat/
  5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7585283
  6. Abete, I., Romaguera, D., Vieira, A. R., Lopez de Munain, A., & Norat, T. (2014). Association between total, processed, red and white meat consumption and all-cause, CVD and IHD mortality: a meta-analysis of cohort studies. British Journal of Nutrition, 112(05), 762–775.doi:10.1017/s000711451400124x
  7. Alexander, D. D., Bylsma, L. C., Vargas, A. J., Cohen, S. S., Doucette, A., Mohamed, M., … Fryzek, J. P. (2016). Dairy consumption and CVD: a systematic review and meta-analysis. British Journal of Nutrition, 115(04), 737–750.doi:10.1017/s0007114515005000 
  8. Berger, S., Raman, G., Vishwanathan, R., Jacques, P. F., & Johnson, E. J. (2015). Dietary cholesterol and cardiovascular disease: a systematic review and meta-analysis. The American Journal of Clinical Nutrition, 102(2), 276–294.doi:10.3945/ajcn.114.100305 
  9. Clifton, P. M., Keogh, J. B., & Noakes, M. (2004). Trans Fatty Acids in Adipose Tissue and the Food Supply Are Associated with Myocardial Infarction. The Journal of Nutrition, 134(4), 874–879.doi:10.1093/jn/134.4.874 
  10. Del Gobbo, L. C., Imamura, F., Aslibekyan, S., Marklund, M., Virtanen, J. K., … Wennberg, M. (2016). ω-3 Polyunsaturated Fatty Acid Biomarkers and Coronary Heart Disease. JAMA Internal Medicine, 176(8), 1155.doi:10.1001/jamainternmed.2016.2925 
  11. Fernandez, M. L. (2012). Rethinking dietary cholesterol. Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care, 15(2), 117–121.doi:10.1097/mco.0b013e32834d2259 
  12. Forouhi, N. G., Koulman, A., Sharp, S. J., Imamura, F., Kröger, J., Schulze, M. B., … Wareham, N. J. (2014). Differences in the prospective association between individual plasma phospholipid saturated fatty acids and incident type 2 diabetes: the EPIC-InterAct case-cohort study. The Lancet Diabetes & Endocrinology, 2(10), 810–818.doi:10.1016/s2213-8587(14)70146-9 
  13. Ganguly, R., & Pierce, G. N. (2012). Trans fat involvement in cardiovascular disease. Molecular Nutrition & Food Research, 56(7), 1090–1096.doi:10.1002/mnfr.201100700 
  14. Keys, A., Anderson, J. T., & Grande, F. (1965). Serum cholesterol response to changes in the diet. Metabolism, 14(7), 776–787.doi:10.1016/0026-0495(65)90004-1 
  15. KEYS, A., MIENOTTI, A., KARVONEN, M. J., ARAVANIS, C., BLACKBURN, H., BUZINA, R., … TOSHIMA, H. (1986). THE DIET AND 15-YEAR DEATH RATE IN THE SEVEN COUNTRIES STUDY. American Journal of Epidemiology, 124(6), 903–915.doi:10.1093/oxfordjournals.aje.a114480
  16. Kleber, M. E., Delgado, G. E., Lorkowski, S., März, W., & von Schacky, C. (2015). Trans-fatty acids and mortality in patients referred for coronary angiography: the Ludwigshafen Risk and Cardiovascular Health Study. European Heart Journal, 37(13), 1072–1078.doi:10.1093/eurheartj/ehv446 
  17. Kritchevsky, D., Tepper, S. A., Kuksis, A., Eghtedary, K., & Klurfeld, D. M. (1998). Cholesterol vehicle in experimental atherosclerosis. 21. native and randomized lard and tallow. The Journal of Nutritional Biochemistry, 9(10), 582–585.doi:10.1016/s0955-2863(98)00053-9 
  18. Mozaffarian, D., Micha, R., & Wallace, S. (2010). Effects on Coronary Heart Disease of Increasing Polyunsaturated Fat in Place of Saturated Fat: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. PLoS Medicine, 7(3), e1000252.doi:10.1371/journal.pmed.1000252 
  19. Peou, S., Milliard-Hasting, B., & Shah, S. A. (2016). Impact of avocado-enriched diets on plasma lipoproteins: A meta-analysis. Journal of Clinical Lipidology, 10(1), 161–171.doi:10.1016/j.jacl.2015.10.011 
  20. Scarborough, P., Rayner, M., van Dis, I., & Norum, K. (2010). Meta-analysis of effect of saturated fat intake on cardiovascular disease: overadjustment obscures true associations. The American Journal of Clinical Nutrition, 92(2), 458–459.doi:10.3945/ajcn.2010.29504 
  21. Schwingshackl, L., & Hoffmann, G. (2014). Monounsaturated fatty acids, olive oil and health status: a systematic review and meta-analysis of cohort studies. Lipids in Health and Disease, 13(1), 154.doi:10.1186/1476-511x-13-154
  22. Tong, X., Chen, G.-C., Zhang, Z., Wei, Y.-L., Xu, J.-Y., & Qin, L.-Q. (2017). Cheese Consumption and Risk of All-Cause Mortality: A Meta-Analysis of Prospective Studies. Nutrients, 9(1), 63.doi:10.3390/nu9010063 
  23. Zheng, T., Zhao, J., Wang, Y., Liu, W., Wang, Z., Shang, Y., … Zhong, M. (2014). The limited effect of omega-3 polyunsaturated fatty acids on cardiovascular risk in patients with impaired glucose metabolism: A meta-analysis. Clinical Biochemistry, 47(6), 369–377.doi:10.1016/j.clinbiochem.2013.11.025 

 


 
Tags:
#lemak tubuh  #Lemak  #lemak jenuh  #lemak trans 
0 Comment
Leave Your Comment

Latest Article