Hashtag #RivalHug dan Piala Dunia Russia 2018
Info
Hashtag #RivalHug dan Piala Dunia Russia 2018
July 2nd, 2018

sfidn.com - Pada jaman digital dan keterbukaan informasi seperti saat ini, ajang sepakbola besar Piala Dunia sudah pasti selalu menjadi pembicaraan dan topik hangat di dunia maya. Semua hal yang berkaitan dengan Piala Dunia 2018 di Russia selalu menjadi trending topic di media sosial, blog dan berita.  Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan media sosial yang dilakukan oleh masyarakat menjadi suatu kebutuhan primer. Untuk itu, timbulah ide untuk mengikutsertakan para pendukung sepak bola untuk mengikuti kontes unik dengan hashtag #RivalHug di Facebook, Twitter, instagram, Youtube, Vkontakte serta Weibo.

 

Antusias Fans Dengan #RivalHug


Jadi, #RivalHug adalah salah satu kontes yang mengajak para suporter sepakbola untuk mau meng-upload video ataupun fotonya bersama dengan pendukung dari tim musuh di media sosial pribadi mereka. Hashtag #Rivalhug harus mereka sertakan dari semua hashtag yang biasanya mereka gunakan agar pihak panitia bisa mengasumsikan bahwa para pendukung sepak bola tersebut memang sedang berpelukan secara fisik ataupun emosional. Philippe Le Floc'h selaku Chief Commercial Officer dari FIFA, mengatakan bahwa kontes ini sudah di ikuti lebih dari satu juta pendukung sepak bola dan akan berakhir pada tanggal 28 Juni lalu itu nantinya bisa kita lihat dalam hashtag #RivalHug.

komtes ini terbilang sukses memeriahkan pagelaran Piala Dunia 2018 di Russia. Walau ide ini baru pertama kali diadakan pada ajang Piala Dunia 2018, tapi antusiasme para pendukung begitu tinggi karena adanya imbalan hadiah menggiurkan di dalamnya. Dua Pemenang yang terpilih nanti akan mendpatkan hadiah tiket gratis untuk menyaksikan langsung final Piala Dunia di Stadion Luzhniki Moskow tepat pada tanggal 15 Juli 2018. Hadiah tersebut tentunya sangat menggiurkan mengingat tiket final Piala Dunia yang mahal hingga ribuan dollar Amerika.

Meiklejohn dari Skotlandia adalah pemenenang yang beruntung yang telah diumumkan oleh FIFA dimana video yang dia upload di twitter berhasil mencuri perhatian FIFA. Video tersebut pun telah viral di media sosial. Dalam Video itu, terlihat anak Ian yang bernama Aleks menangis sedih di pelukan ayahnya. Bocah berumur 6 tahun itu menangis karena tim jagoan sekaligus negara asal ibunya, Iwona, kalah 0-3 dari Kolombia. Momen #Rivalhug pun terjadi, dimana para pendukung Kolumbia mencoba menghibur Aleks yang menangis dengan meneriakan kata “Polska, Polska, Polska!”

 

Diplomasi Russia dibalik Hashtag #RivalHug


Kemeriahan #RivalHug ini memang menjadi daya tarik masyarakat dunia. Tapi, yang perlu dan patut disadari adalah #Rivalhag bukan hanya sekedar sebuah hashtag saja, ada makna lain didalamnya. Event ini memang di umumkan secara resmi oleh FIFA, tapi pihak panitia penyelanggara Rusia diduga ikut terlibat penuh dalam menjalan gagasan ini. Kenapa? Karena hashtag ini sangat cocok dengan strategi diplomasi soft power yang dijalankan Russia pada ajang Piala Dunia 2018. Para pakar sudah banyak mengulas bahwa tuan rumah Russia tidak hanya melihat ajang Piala Dunia kali ini tidak dari segi olahraga saja. Kesuksesan dan kelancaran bukan hanya dilihat dari pertandingan sepakbola yang diselenggarakan, namun dari nilai komersial pariwisata dan juga perdagangan pun harus diperhatikan.

 

Isu Keberagaman di Russia

Ajang Piala Dunia ini juga merupakan ajang untuk mendapatkan kembali citra positif Russia dimata dunia sebagai suatu negara maju nan beradab. Kenapa? Karena akhir-akhir ini, publik dunia sudah sedikit-sedikit memiliki persepsi buruk tentang negeri Beruang Merah itu. Hashtag #RivalHug menjadi bukti apresiasi masyarakat dunia tentang keberagaman, tak terkecuali dengan Russia. Karena, Cap buruk tentang keberagaman di Russia sudah berkali-kali di beritakan oleh media. Pemerintah yang diktator, gemar melakukan diskriminasi dan rasisme merupakan pemberitaan buruk yang cukup sering muncul di Media

  • Rasisme


Warga Russia kerap mendapatkan citra buruk dari isu keberagaman. Beberapa saat setelah Russia terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018, ketua dari UEFA FARE Monitoring Centre, Dr Rafa Pankowski menganggap bahwa Russia tidak begitu sungguh-sungguh dalam memerangi isu rasisme, terutama di stadion-stadionnya. Maksud dari Pankowski adalah tentang nada-nada rasis yang di kumandangkan oleh pendukungnya.

Pesepak bola asal pantai Gading, Yaya Toure, lantas mendukung pernyataan Pankoski. Karena, ketika ia dan timnya Manchester City bertanding melawan CSKA Moskow pada ajang kompetisi Liga Champion UEFA, ia mendapatkan perlakukan rasis dari pendukung tim lawan. Federasi sepakbola Rusia pun disalahkan karena tidak mampu memberikan hukuman yang tegas pada klub yang tidak bisa mengatur para pendukungnya. Lebih parahnya lagi, rasisme seakan sudah menjadi kultur dalam sepakbola Russia untuk mentimidasi lawannya.

  •  Diskriminasi


Selain isu Rasisme, negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin itu juga terlibat atas tuduhan diskriminasi kelompok minoritas. Maksud dari minoritas tersebut adalah kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dan juga masyarakat minoritas yang tinggal di rusia seperti suku Shor, Tajik, Afro-Rusian, Tatar, Roma, dll. Media dunia kerap kali memberitakan aksi diskriminalisasi yang dilakukan oleh masyarakat dan juga pemerintah Russia itu.

Hal tersebut sangat kontras dengan beberapa negara Eropa yang menganut paham liberal, karena di Russia pernikahan sesama jenis adalah tindakan melanggar hukum. Kaum mayoritas pun sangat anti kepada kaum LGBT dengan sering dibubarkannya aksi parade LGBT. Tindakan yang dilakukan kepada etnis minoritas pun sangat diskriminatif, perlakuan yang harus mereka terima adalah penggusuran, pembungkaman ekspresi budaya, segregasi tempat tingal, dll.

Berbagai pandangan citra negatif tersebut perlahan demi perlahan dinetralkan oleh pemerintahan Russia dengan adanya Piala Dunia. Walau stigma yang sudah terlanjur menempel tersebut tidak 100% bisa dihilangkan, tapi setidaknya Russia mencoba menunjukan wajah baiknya guna mengklarifikasi kepada masyarakat dunia bahwa mereka tidak seburuk yang selalu diberitakan.


Beragam Suku Bangsa & Agama di Piala Dunia 2018


Perhelatan Piala Dunia tahun ini memang terbilang paling beragam jika di telusuri secara suku bangsa maupun agama. Berbagai negara Muslim yang lolos pada Piala Dunia tahun ini lebih banyak di bandingkan sebelumnya, mereka adalah Arab Saudi, Maroko, Mesir, Iran dan Tunisia. Negara dengan mayoritas suku kulit hitam dari Negara Afrika di wakili oleh Nigeria dan Senegal. Tentu saja hal tersebut melengkapi keberagaman lainnya dari Amerika latin, Karibia, Skandinavia, Asia Timur, dll. Tidak hanya negara kontestan para pemain yang bervariasi, para pendukungnya pun begitu. Berbagai kota di Russia menjadi saksi bertemunya berbagai bangsa-bangsa yang berbeda. Disanalah keberagaman Piala Dunia semakin bisa dirasakan.

Para pendukung tim mengenakan pakaian yang menunjukan budaya serta warna kebanggan masing-masing, menyanyiakan yel-yel dan lagu-lagu penyemangat, membawa poster, spanduk, balon serta bendera. Hal unik tersebut mampu ditunjukan oleh para fans melalui cara yang unik untuk mendukung tim jagoannya. Dengan kontes #RivalHug, Russia ingin keberagaman para pendukung bisa lebih diabadikan dan terpublikasikan dengan cara yang tidak biasa dan membuat mereka layaknya duta keberagaman serta tentunya lebih strategis dengan merangkul para pendukung sepakbola karena jumlahnya yang bahkan sampai jutaan.

Bila para pendukung sepakbola tersebut saja mampu meng-upload #RivalHug di media sosialnya masing-masing secara kontinyu, maka bayangkanlah viralnya momen keberagaman yang terjadi di Piala Dunia 2018 dengan sangat indah. Para pengguna media sosial lainnya pun bisa melihat bagaimana pendukung sepakbola tersebut saling harmonis meskipun tim yang mereka dukung saling bersebrangan.

 

SFIDN Baca juga

 

Dampak Positif #RivalHug bagi Russia


Negara Russia pun tentunya terkena dampak positif dari harmonisnya keberagaman yang berhasil di upload oleh para pendukung tim di lingkungan stadion yang beberapa waktu kebelakangn sering dianggap sebagai sarangnya kejahatan rasisme serta penghinaan pada orang dengan latar belakang yang berbeda. Momen kedamaian tersebut seolah menunjukan bahwa masyarakat Russia sangat terbuka dengan para pendukung sepakbola dari berbagai belahan dunia.

Kecerdikan Russia ini dipuji kerena mampu menyelenggarakan ajang Piala Dunia 2018 dengan sangat aman dan terbebas dari ancaman terorisme. Ribuan turis asing darang ke Russia pada musim panas ini dan menghabiskan uangnya untuk membeli produk barang dan menggunakan jasa yang disediakan masyarakat Russia. Dilapangan, Timnas Russia berhasil memanfaatkan keuntungannya bermain di hadapan pendukungnya secara lebih spartan dan malaju ke babak perempat final setelah mengalahkan juara dunia tahun 2010, Spanyol. Hal tersebut merupakan rekor baru mereka sejak tidak bernaung lagi pada Uni Soviet.

Tapi dibalik semua peristiwa itu, Russia pun sukses dalam menyelesaikan misi diplomasi pencitraannya bahwa masyarakat Russia adalah masyarakat yang memiliki adab dan sangar ramah pada keberagaman dengan cara menyediakan ajang Piala Dunia. Salah satu misi yang memang membutuhkan dana

Namun di balik itu semua, mereka juga tak kalah sukses dalam menggolkan misi diplomasi pencitraan bahwa masyarakat Rusia beradab dan pro pada keberagaman dengan 'menunggangi' ajang Piala Dunia. Misi diplomasi pencitraan tersebut mungkin akan memakan dana yang lebih besar jika dilakukan dengan kampenye kehumasan internasional yang terpisah.

SHARE