sfidn - Catat! Inilah Perbedaan Alergi Kafein dan Intoleransi Kafein

Catat! Inilah Perbedaan Alergi Kafein dan Intoleransi Kafein

sfidn.com – Kafein sudah lumrah dikonsumsi oleh banyak orang, terutama dari kopi, teh, minuman energi, atau soda. Namun, beberapa orang dengan intoleransi atau alergi kafein dapat mengalami diare, kecemasan, insomnia, atau gejala lainnya.

Perlu diingat bahwa mengonsumsi kafein lebih dari 400 mg atau 4 cangkir kopi (8 ons) dalam sehari dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut pada siapa saja. Namun, bagi sebagian orang, ini dapat terjadi hanya setelah satu cangkir saja, atau sekitar 95 mg kafein.

Di sini, Anda akan mengetahui lebih banyak tentang alergi kafein dan intoleransi kafein, serta cara untuk membantu Anda hidup dengan kondisi ini. So, keep reading! 

Alergi kafein

Alergi kafein adalah suatu kondisi yang berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam mengidentifikasi kafein sebagai zat berbahaya. Begitu kafein terdeteksi, sistem kekebalan akan melepaskan antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE) ke dalam aliran darah.

Tubuh pun akan meresponsnya dengan:

  • Peradangan.
  • Pembuluh darah dan jaringan melebar.
  • Ruam kulit dengan gatal-gatal atau bengkak.

Ruam kulit ini merupakan gejala utama yang membedakan alergi kafein dengan intoleransi kafein. 

Ciri-ciri alergi kafein juga termasuk:

  • Kecemasan.
  • Keringat dingin.
  • Pusing.
  • Sakit kepala.
  • Kelelahan.
  • Sakit dada.
  • Jantung berdebar-debar.
  • Nyeri sendi dan otot.

Berbeda dengan beberapa alergi, gejala pernapasan jarang terjadi pada alergi kafein.

Manifestasi gejala-gejala ini dapat berkembang dalam beberapa menit hingga dua jam, dan biasanya, terkait dengan seberapa cepat gejala Anda muncul.

Jika gejala berkembang cepat, dalam kasus yang jarang terjadi, dapat berpotensi mengancam jiwa, yang dikenal sebagai anafilaksis.

Segera hubungi tenaga medis untuk mendapatkan pertolongan jika gejala Anda berkembang dengan cepat dan menimbulkan:

  • Gatal-gatal.
  • Demam.
  • Kesulitan bernapas.
  • Pembengkakan wajah.
  • Detak jantung cepat.
  • Muntah.

Jika tidak diobati, anafilaksis dapat menyebabkan syok, koma, gagal jantung atau pernapasan, bahkan kematian.

Intoleransi kafein

Pada dasarnya, intoleransi makanan atau dikenal juga dengan sensitivitas makanan non-alergi lebih melibatkan masalah dalam mencerna makanan tertentu daripada alergi terhadapnya. 

Meski berpotensi menyusahkan, intoleransi makanan jarang berdampak serius.

Kondisi ini sering disebabkan oleh kurangnya enzim spesifik yang diperlukan untuk memetabolisme nutrisi tertentu, misalnya laktosa. 

Ketika tubuh tidak dapat memecah makanan dengan benar, timbullah gejala seperti:

  • Kembung.
  • Diare.
  • Gas.
  • Kejang.
  • Sakit perut.

Sementara itu, intoleransi kafein sering disebabkan oleh efeknya pada sistem endokrin (hormon).

Kafein dapat menekan adenosin (zat kimia yang membantu seseorang tidur) dan meningkatkan produksi adrenalin (membuat tubuh lebih berenergi).

Ketika tubuh Anda tidak dapat memproses kafein dengan benar, efeknya pun menjadi lebih besar, yang mana menyebabkan terlalu banyak produksi adrenalin dan menimbulkan gejala seperti:

  • Gelisah.
  • Kecemasan.
  • Insomnia.
  • Pusing.
  • Detak jantung cepat.
  • Laju napas cepat.
  • Berkeringat banyak.
  • Sakit perut.

Jadi, intoleransi kafein tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh, kebalikan dari alergi kafein. Kondisi ini dapat menyebabkan terlalu banyak adrenalin dan menimbulkan gejala seperti gelisah, kecemasan, dan insomnia.

Diagnosa

Dalam jurnal Asia Pacific Allergy, dijelaskan bahwa alergi dan intoleransi kafein sulit didiagnosis dengan gejala saja. Bahkan jika Anda mengalami ruam atau gatal-gatal, Anda mungkin perlu melakukan tes alergi untuk memastikan apakah alergennya kafein atau bahan lain.

Pada kopi, bahkan mungkin jenis biji atau teknik pemanggangan tertentu bisa lebih bermasalah daripada yang lain.

Oleh karena itu, tes kulit alergi dan tes darah antibodi IgE dianggap sebagai cara tercepat dan paling efektif untuk mendiagnosis alergi kafein.

Cara lain yang kurang umum adalah dengan melakukan tes genetik untuk mengidentifikasi mutasi pada gen ADORA2A. Jika hasil tes positif menunjukkan alergi kafein, sedangkan negatif menunjukkan intoleransi kafein.

Cara mengobati intoleransi atau alergi kafein

Cara utama yang penting dilakukan untuk mengatasi intoleransi atau alergi kafein adalah menghentikannya dari diet Anda.

Jika Anda menduga kafein adalah penyebab dari alergi Anda, sebaiknya hentikan konsumsinya dan lihat apakah gejalanya hilang. Kafein dapat ditemukan dalam:

  • Teh hitam, hijau, dan putih (bukan teh herbal).
  • Minuman soda, seperti cola.
  • Cokelat.
  • Frozen desserts.
  • Minuman berenergi.
  • Suplemen vitamin.
  • Obat sakit kepala tertentu (seperti Anacin).
  • Stimulan yang dijual bebas (seperti NoDoz).

Bahkan, produk berlabel "tanpa kafein" mungkin masih mengandung sejumlah kecil kafein yang dapat memengaruhi orang yang sangat sensitif.

Jika gejala alergi berkembang, obat antihistamin oral yang dijual bebas sering kali dapat membantu. Anda juga bisa mendapatkan suntikan alergi yang bertujuan membuat Anda tidak peka terhadap alergen. 

Selalu konsultasikan dengan dokter Anda terkait langkah perawatan yang akan Anda ambil.

Tips 

Memang lebih mudah mengatakan berhenti mengonsumsi kafein daripada melakukannya. 

Penarikan kafein dapat menyebabkan sakit kepala, kelelahan, dan lekas marah, bahkan Anda mungkin mengalami mual dan gejala seperti flu.

Gejala biasanya muncul dalam 12-24 jam setelah menghentikan kafein, dan perlu 2-9 hari untuk reda sepenuhnya.

Berikut tips untuk membantu mengurangi stres ketika Anda melepaskan diri dari kafein:

  • Minuman panas tanpa kafein, seperti teh herbal, sari apel hangat, dan air panas dengan lemon. Ingatlah bahwa kopi tanpa kafein kemungkinan besar masih mengandung antara 2-15 mg kafein dalam satu cangkir (8 ons).
  • Minum lebih banyak air di siang hari dapat mengurangi keinginan Anda untuk cola atau minuman energi berkafein.
  • Melakukan beberapa latihan, seperti jalan kaki, naik turun tangga, peregangan, dan lainnya untuk mengatasi kelelahan dan membantu meningkatkan suasana hati dan kewaspadaan Anda.
  • Luangkan waktu untuk tidur ekstra dan relaksasi untuk meminimalisir efek penarikan kafein.
  • Konsumsi suplemen, seperti vitamin B, tirosin, dan rhodiola rosea untuk meningkatkan tingkat energi dari waktu ke waktu. Konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengonsumsinya, terutama jika Anda sedang mengonsumsi obat resep.

Kesimpulan

Keduanya memang tidak umum, tapi mungkin saja terjadi. 

Alergi kafein melibatkan respons sistem kekebalan tubuh, sementara intoleransi kafein disebabkan oleh masalah pencernaan.

Gejala alergi kafein mencakup ruam kulit, kecemasan, pusing, dan sakit kepala, sedangkan gejala intoleransi kafein termasuk perut kembung, diare, gelisah, dan detak jantung yang cepat.

Menghentikan kafein dapat menyebabkan gejala penarikan. Anda bisa meredakannya dengan mengganti kopi dengan minuman panas non-kafein, seperti teh herbal, banyak minum air putih, berolahraga, dan istirahat.

--- Related Article ---

 

Referensi:

  • Cleveland Clinic (2015). Food Problems: Is it an Allergy or Intolerance.
  • Cleveland Clinic (2020). Caffeine: How to Hack It and How to Quit It.
  • dePaula J, Farah A. 2019. Caffeine consumption through coffee: content in the beverage, metabolism, health benefits and risks. Beverages. 5: 37.
  • Evans et al. Caffeine. [Updated 2021 Dec 4]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
  • FDA. Spilling the Beans: How Much Caffeine is Too Much?
  • Healthline (2018). Caffeine Allergy.
  • Manavski N, Peters U, Brettschneider R, Oldenburg M, Baur X, Bittner C. 2012. Cof a 1: identification, expression and immunoreactivity of the first coffee allergen. Int Arch Allergy Immunol. 159: 235-242.
  • M Abrams E dan H Sicherer S. 2016. Diagnosis and management of food allergy. CMAJ. 188 (15): 1087-1093.
  • MedlinePlus. Caffeine in the Diet.
  • Sajadi-Ernazarova et al. Caffeine Withdrawal. [Updated 2021 Nov 23]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
  • Sugiyama et al. 2015. Anaphylaxis due to caffeine. Asia Pac Allergy. 5 (1): 55-56.
  • Turnbull et al. 2014. Review article: the diagnosis and management of food allergy and food intolerances. Alimentary Pharmacology and Therapeutics. 41 (1): 3-25.
  • Verywell Health (2021). An Overview of Caffeine Allergy
  • Willson C. 2018. The clinical toxicology of caffeine: A review and case study. Toxicol Rep. 5: 1140-1152.

 
Tags:
#kafein  #sfidn  #alergi kafein  #intoleransi kafein  #sensitif kafein  #ciri-ciri alergi kafein  #penyebab alergi kopi  #obat alergi kafein 
0 Comment
Leave Your Comment

Latest Article